Wednesday, July 11, 2012

Sugeng Rawuh Ning Yogyakarta (3)

Hari ketiga diawali dengan pergi ke komplek pantai di daerah Gunung Kidul. Disana terdapat deretan pantai yang dipisahkan oleh batu karang. Salah satunya adalah Pantai Siung. Menurut teman, Pantai Siung mulai ramai didatangi orang. Akhirnya, kami memilih untuk mendatangi pantai yang masih jarang didatangi, yaitu Pantai Sadranan. Perjalanan kesana memakan waktu 2 jam sambil menembus bukit yang berkelok-kelok. Pantai Sadranan indah! Pasirnya yang putih bermandikan birunya air laut. Di pinggirnya ada beberapa batu karang. Saat kami datang, pantai itu kosong! Serasa pantai pribadi. Kami pun bermain, berlari-lari, berenang, pokoknya suka-suka kami deh. Sayangnya, di bulan Januari ombaknya sedang kencang sehingga kami tidak berani bermain terlalu jauh dari bibir pantai. Ombaknya juga menjadi-jadi karena pantai tersebut langsung berhubungan dengan Samudera Hindia. Di tengah pantai terdapat sebuah batu karang. Kata teman saya, dia pernah berenang kesitu dan disana terdapat banyak terumbu karang yang indah. Sayang sekali saat kami kesana kondisi tidak memungkinkan untuk melihat terumbu karang itu. Lebih baik melihat terumbu karang di Google daripada mati terseret ombak ._.

Pantai Sadranan & kaki sepupu teman saya 
Pantai Sadranan

Setelah menghabiskan waktu 2 jam disana, kami kembali melanjutkan perjalanan. Karena sepupu teman saya harus ke kampusnya dulu untuk presentasi, kami pun ikut kesana. Kami juga menyempatkan diri untuk mengisi perut disana. Karena uang mulai seret, kami memilih makan di warung harga mahasiswa di sekitar sana kekeke. Setelah itu, kami menuju Museum Ullen Sentalu yang terletak di daerah Kaliurang, dekat dengan Gunung Merapi. Museum Ullen Sentalu adalah museum seni dan kebudayaan Jawa. Selain itu, terdapat kisah-kisah tentang keraton jogja dan solo yang disajikan dalam lukisan, foto, dan patung. Bangunan museum ini didominasi dengan bebatuan yang dikelilingi pepohonan rimbun. Menimbulkan kesan mistis yang eksotis. Dalam setiap kunjungan, pengunjung diwajibkan ditemani oleh pemandu. Pemandu itu akan menceritakan tentang kebudayaan jawa, asal muasalnya, dan cerita tentang keraton. Tetapi, kisah keraton yang lebih ditonjolkan di museum ini adalah keraton solo. Benda-benda yang ditampilkan dikemas secara eksklusif dalam etalase kaca. Oh ya, di dalam museum ini dilarang mengambil foto untuk melindungi benda-benda tersebut. Kalau saya tidak salah ingat, sebagian besar benda peninggalan keluarga keraton disini adalah benda asli, bukan replika. Di akhir tur museum, kami diberi segelas minuman yang entah terbuat dari apa, yang jelas rasa minuman ini didominasi dengan rasa jahe. Resep minuman tersebut dibuat oleh salah satu putri keraton solo yang sangat cantik dan berbakat. Minuman tersebut dipercaya membuat peminumnya awet muda. Minuman tersebut tidak diperjualbelikan. Resepnya pun dirahasiakan. Sayang sekali ya padahal kalau dijual saya berminat ingin beli. Enak rasanya :9 Bisa menenangkan diri di saat lelah. Cukup menyegarkan kembali badan saya setelah lelah bepergian. Sayangnya, saat itu pemandu kami memandu tur kami dengan agak tergesa-gesa. Mungkin karena museumnya sudah mau tutup. Di akhir tur, karena kami masih belum puas dengan ceritanya kami pun menculik mbak pemandu tersebut dan menodongnya untuk bercerita lagi ahaha. Untung mbak pemandunya sangat baik dan ramah. Uang Rp 25.000,00 yang dikeluarkan untuk mengunjungi museum ini tidak sia-sia. Museum ini wajib untuk dikunjungi setiap ke Jogja! Tapi, belum banyak orang yang mengetahui museum ini. Dalam perjalanan menuju museum ini, papan penunjuk jalan pun hanya menunjukkan jalan menuju Museum Merapi. Padahal Ullen Sentalu ini tempatnya cukup terpencil.



Loket Tiket

Karena saat itu sudah sore, tempat wisata banyak yang sudah tutup. Perut kami meraung-raung. Kami memutuskan untuk makan Bakmi Pak Pele di Alun-Alun Utara. Sampai disana, ternyata warungnya belum buka T.T Akhirnya kami jalan-jalan di pasar malam dulu sambil membeli jajanan untuk mengganjel perut. Pasar malamnya ramai sekali! Mungkin karena sedang liburan anak sekolah. Setelah keliling kesana kemari nggak jelas juntrungannya, kami mencoba mencari warung Pak Pele. Jeng jeng jeng! Warungnya sudah buka. Kami langsung menyerbu warung tersebut. Saya pesan bakmi godog (rebus). Saya lupa memfoto bakmi ini. Kebetulan, saat itu turun hujan deras. Perut saya yang meraung-raung ini diisi dengan hangatnya dan pedasnya mi godog Pak Pele. Nampol sih! Menurut saya, rasanya enak aja, bukan enak banget. Yang membuat bakmi godog nikmat adalah aroma arang yang dipakai untuk memasak mi tersebut melekat. Bakmi Pak Pele ini "kurang arang". Tapi bolehlah dicoba untuk temen-temen yang berkunjung ke Jogja.

Info :
Museum Ullen Sentalu 
Jalan Boyong Kaliurang, Sleman, Yogyakarta
Tiket : Rp 25.000,00 (include guide & drink)

Bakmi Pak Pele
Alun-Alun Utara, Yogyakarta
Range harga : < Rp 25.000,00

Tuesday, July 10, 2012

Sugeng Rawuh Ning Yogyakarta (2)

Hari kedua di Jogja, kami berencana untuk pergi ke candi Budha yang baru-baru ini tercatat sebagai candi Budha terbesar di dunia dalam Guinness World Record, Candi Borobudur. Candi Borobudur itu terletak di Magelang, sudah keluar dari Jogja. Perjalanan kesana memakan waktu yang cukup lama. Harga tiket masuknya cukup mahal, yaitu 30ribu rupiah. Mahal sekali bung saya pikir. Tapi tak apalah asalkan uangnya digunakan untuk merawat candi ini. Demi memperkenalkan budaya Indonesia, terutama kepada turis mancanegara, seluruh pengunjung wajib menggunakan sarung batik yang dipinjamkan oleh petugas candi. Kami pun berjalan-jalan mengitari setiap lantai dan naik hingga lantai paling tinggi. Miris rasanya melihat candi ini. Candi ini bagus dan sangat berpotensi sebagai tempat wisata, tetapi banyak tangan usil yang tidak bertanggung jawab. Mereka tega mencoret-coret dinding candi. Banyak juga kepala patung budha yang hilang karena dicuri. Kayaknya tuh harus banget ya ngerusak tempat indah kayak gini dengan hal-hal nggak penting :( Miris ngeliatnya.

Pojok
Kami terjebak cukup lama di Candi Borobudur. Pertama, hari itu hari Jumat. Pengemudi mobil sewaan kami harus melaksanakan kewajibannya untuk sholat jumat sehingga kami harus menunggu sampai jam setengah 1 padahal kami sudah selesai dari sebelum itu. Kedua, ketika sholat jumat sudah selesai, tiba-tiba turun hujan yang sangat deras sehingga kami terjebak di halaman candi. Akhirnya kami menunggu hujan agak reda sampai kami basah kuyup karena berteduh di bawah pohon yang ala kadarnya. Jadwal kami mundur karena terlalu lama di Candi Borobudur sehingga ada beberapa tempat yang tidak sempat kami kunjungi :(

Akhirnya kami berhasil sampai ke mobil. Kami pun meronta dan mengamuk karena kelaparan. Ditambah lagi sebal karena kehujanan. Kehujanan di saat tidak ada persiapan membuat mood jadi jelek. Tanpa ba bi bu kami langsung menuju restoran Jejamuran yang terletak di Magelang juga. Restoran ini 100% menggunakan berbagai jenis jamur untuk masakannya. Jamur-jamur tersebut dimasak selayaknya daging atau ayam. Mereka menyajikan jamur tersebut dalam bentuk rendang, sate, tongseng, dan lain-lain. Kami memesan Jamur Goreng Potabelo, Jamur Bakar Pedas, Sate Jamur Kancing, Rendang Jamur, Jamur Goreng Tiram, dan Tongseng Jamur.

(kiri-kanan) (atas-bawah)  Jamur Goreng Potabelo, Jamur Bakar Pedas, Sate Jamur Kancing, Rendang Jamur, Jamur goreng Tiram, dan Tongseng Jamur.

ENAK. Cuma satu kata itu aja yang bisa mendeskripsikan semua makanan ini. Seriously, very worth to try! Rasa jamur-jamur itu berubah sesuai dengan jenis masakannya. Rendang jamur dan tongseng jamur rasanya seperti daging. Sate jamurnya pun rasanya seperti ayam. Di antara keenam menu itu, favorit saya adalah Jamur Bakar Pedas. Kekurangan makanan ini hanya satu, porsinya kecil hehehe. Untuk saya yang porsi makannya besar yaaa so pasti merasa kurang. Tapi harga per porsinya cukup murah. So far, Jejamuran ini recommended banget untuk dijadikan pilihan tempat makan kalau mampir ke Jogja :D

Ongkos makan bertujuh

Setelah mengisi perut, kami pun pergi ke Pasar Beringharjo. Kami tidak membeli apa-apa disana karena kami sudah belanja di Malioboro di hari pertama. Sekadar saran aja sih. Belanja di Pasar Beringharjo lebih enak daripada Malioboro. Dengan harga yang sama dengan Malioboro, kualitas barang di pasar ini lebih bagus. Selain itu, lebih beragam macam dan motifnya. Harganya pun lebih masuk akal. Karena kami batal mengunjungi Candi Prambanan, kami memutuskan untuk makan sate klathak. Balas dendam dengan makan lagi hehe. Di antara berbagai merk sate klathak, kami memilih Sate Klathak Pak Pong yang terletak di Jalan Imogiri Timur. Sate klathak itu adalah sate kambing yang hanya dibumbui garam. Tusukannya bukan tusukan kayu biasa, tetapi menggunakan besi. Biasanya berasal dari jeruji sepeda kekekeke. Tujuannya supaya dagingnya matang sampai ke tengah. Satenya pun besar-besar. Satu porsi hanya berisi dua tusuk dengan lima potong daging di setiap tusuknya. Selain sate, kami juga memesan tongseng. Harga satu porsi sate klathak Rp 12.000,00 dan satu porsi tongseng Rp 10.000,00. Sate ini beneran enak, bung! Aroma kambingnya benar-benar tidak terasa, baik di sate maupun tongsengnya. Dagingnya empuk,  tidak keras seperti sate kambing kebanyakan. Walaupun hanya dibumbui garam, sate ini tetap enak dan gurih. Yang membuat sate ini semakin nikmat adalah kami makan sate ini di saung pinggir sawah yang hijau sambil ditemani matahari senja. Teh tawarnya pun disajikan dalam teko dan gelas bermodel lawas. Nikmatnya dobel-dobel. Suasana itu memang tidak bisa dibeli :)

Sawah, sate, dan segelas teh

Sate klathak pun habis. Saatnya melanjutkan perjalanan. Kami bertujuh penasaran dengan Raminten. Itu lho, tempat makan yang pemiliknya sama dengan pemilik Mirota, pria yang suka berpakaian seperti wanita jawa, memakai kebaya, bersanggul, dan bersepatu hak tinggi. Entahlah apa maksudnya ._. Pelayan di Raminten ini pakaiannya lumayan seksi. Wanitanya memakai kemben jawa. Raminten itu memang sangat terkenal. Waktu kami kesana, tempatnya penuh sehingga harus waiting list. Suasana tempat itu pun mistis gimana gitu. Remang-remang, bau kemenyan atau dupa ya, pokoknya mistis deh. Tempat itu juga dihiasi oleh dekorasi adat jawa. Bahkan di halaman depannya ada kereta kuda seperti yang kami lihat di keraton. Intinya tempat itu suasananya mistis sih. Untung ramai pengunjung, jadi saya nggak deg-degan. Coba kalo sepi... Nggak deh makasih... Walaupun suasananya mistis, entah kenapa tempat tersebut nyaman dijadikan tempat untuk ngobrol ngalor ngidul berjam-jam. Karena kami sudah kenyang (menurut ngana, makan jejamuran dan sate klatak berturut-turut), kami pun hanya memesan minuman ringan dan snack untuk ramai-ramai. Harga makanan dan minuman disana cukup murah, tapi saya lupa berapa kekekeke. Yang unik bin nyeleneh dari tempat ini adalah Raminten menyajikan susu murni dalam gelas yang berbentuk (maaf) dada wanita hahahaha. Tapi hanya satu bagian, bukan dua-duanya. Saya nggak mau masukin gambar ah nanti dianggap tidak semeronok. Untuk rasa, yaaa rasa minumannya sih standard. Waktu saya datang banyak menu yang sudah sold out. Teman saya merekomendasikan satu menu. Sayangnya, menu tersebut juga sudah sold out. Jadinya saya hanya pesan minuman yang standard saja. Saya lupa saya pesan apa :P

Info :
Candi Borobudur
Magelang, Jawa Tengah
Tiket : Rp 30.000,00

Jejamuran
Jalan Magelang KM 10, Yogyakarta

Sate Klathak Pak Pong
Jalan Imogiri Timur KM 7, Wonokromo, Bantul, Yogyakarta
Range harga : < Rp 20.000,00

House of Raminten
Jalan FM Noto 7, Kotabaru, Yogyakarta
Range harga : < Rp 20.000,00

Monday, July 9, 2012

Sugeng Rawuh Ning Yogyakarta (1)

Di bulan Januari 2012, saya dan 6 orang teman saya melancong ke Jogja dan Solo. Tanggal 4 Juli kami berangkat dengan Lodaya Malam dari Stasiun Hall, Bandung.


Bandung Senja


Perjalanan selama 8,5 jam tidak terasa karena kami tidur dengan pulas. Walaupun naik kereta bisnis, udara malam cukup dingin, ditambah lagi kursi kami dekat dengan kipas angin. Makin semriwing rasanya. Kami sampai di Jogja pukul 4 pagi. Selesai melaksanakan sholat shubuh, kami pergi ke rumah budenya Ika untuk menumpang hidup. Sungguh merepotkan... Sampai di rumah bude, kami tepar. Setelah tidur dengan layak, kami sarapan gudeg yang disuguhkan oleh budenya Ika. Puas menghimpun tenaga, kami pun mengunjungi tempat wisata pertama, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sesampainya disana, kami melihat seluruh lapangan di sekitar keraton dipenuhi oleh stand dan permainan untuk pasar malam. Rupanya sedang ada Sekaten disana!


Kalo kata Dufan, ini Bianglala


Sampai di keraton, kami ditawari seorang bapak baik hati yang rupanya adalah abdi dalam keraton untuk memandu kami. Tarifnya seikhlas kami. Kami pun setuju. Rupanya tidak salah kami mengiyakan tawaran beliau. Beliau menceritakan seluruh sejarah dan fakta di setiap celah keraton ini. Sayangnya saya tidak mencatat cerita beliau sehingga saya lupa -_- Selesai dari keraton, kami pergi ke Taman Sari yang dulunya adalah tempat pemandian keluarga keraton. Sebenarnya Taman Sari bisa ditempuh dengan jalan kaki dari Kraton, tapi kami tidak tahan dengan panasnya Jogja ~_~ Akhirnya kami memilih naik becak. Apesnya, kami diturunkan di depan sebuah gedung tua yang tampaknya juga milik kerajaan sehingga kami harus berjalan kaki lagi menuju Taman Sari. Kami tidak tau seperti apa bentuk depan Taman Sari sehingga kami pun nurut saja diturunkan disitu. Sepertinya tukang becaknya tau kalo kami ini turis jadi kami ditipu -_- Padahal tarifnya juga cukup mahal. Jadi, saran saya sebaiknya dari awal bilang kalo mau diturunkan di pintu utama Taman Sari yang langsung ada loketnya. Hampir di setiap tempat wisata ada jasa pemandu. Kali ini kami menolak karena kami tidak berminat. Cukup tau saja tempat ini adalah pemandian keluarga keraton. Puas melihat-lihat dan berfoto, kami pun mencari taxi untuk menuju Museum Affandi.

Taman Sari

Siapa sih Affandi itu? Affandi (alm.) adalah seorang seniman yang melukis menggunakan jari, bukan kuas, sehingga timbul tekstur tersendiri di lukisannya itu. Syeilleee sok tau banget deh hahaha. Yaaa itu sih hanya pandangan saya sebagai orang awam. 1 taxi reguler diisi 7 orang (termasuk pengemudi) hahaha. Edyaan! Karena Museum Affandi hampir tutup, kami pun melewatkan waktu makan siang demi mengejar waktu. Perut urusan belakangan deh. Untung saja kami sampai disana sekitar 45 menit sebelum museum tutup sehingga kami masih sempat melihat-lihat. Harga tiket masuknya cukup mahal, yaitu Rp 20.000,00, tapi worth it! Museum ini isinya menarik. Desain bangunannya pun menarik. Intinya menariklah. Walaupun saya bukan orang yang mengerti seni, tapi senang rasanya menikmati berbagai lukisan yang unik dan bagus tersebut. Museum ini juga memajang lukisan karya anak dan istri Affandi. Lukisan disana pun ada yang dijual dengan harga yang beragam, mulai dari harga sepeda motor sampai harga kapal Titanic. Saya pun membeli beberapa kartu pos yang bergambar lukisan Affandi seharga Rp 5.000,00.

Patung Affandi

Setelah dari Museum Affandi, kami naik transjogja menuju daerah Malioboro. Setelah itu, kami naik becak menuju Jalan Wijilan yang terkenal sebagai pusat gudeg. Ya, kami akan mengisi perut karena sudah tak tahan lagi akan perihnya perut yang meronta-ronta ini. Menurut rekomendasi teman, gudeg yang enak adalah Gudeg Yu Djum. Saya pesan gudeg + ayam + telur seharga sekian belas ribu rupiah hehe saya lupa harganya. Setelah saya makan, rasanya kok biasa saja ya. Terlalu manis. Gudeg memang manis, tapi seharusnya manisnya masih wajar. Tapi di lidah saya gudeg ini terlalu manis, begitu pula menurut teman-teman saya yang lain. Menurut saya gudeg ini tidak sesuai ekspektasi yang katanya gudeg paling enak. 

Gudeg Yu Djum

Seusai makan, kami berbelanja di Malioboro sampai pukul setengah 9 malam. Kami pun memutuskan untuk pulang dan menghimpun tenaga untuk menyambut esok hari.

Info :

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Jalan Rotowijayan 1, Yogyakarta (Dekat Alun-Alun Utara)
Tiket : Rp 5.000,00
Izin kamera/video : Rp 1.000,00

Taman Sari

Jalan Taman, Kraton, Yogyakarta
Tiket : Rp 3.000,00 (turis domestik)
Izin kamera/video : Rp 1.000,00

Museum Affandi

Jalan Laksda Adisucipto 167, Yogyakarta
Tiket : Rp 20.000,00
Tidak boleh mengambil gambar di dalam museum

Gudeg Yu Djum

Jalan Wijilan No 31, Yogyakarta

Pertama

Assalamualaikum, penonton!

Halooo! Ini adalah blog pertama kedua saya di dunia maya. Dulu saya punya blog, tapi isinya hanya cerita bodoh anak SMP. Sekarang saya kembali dengan packaging yang insyaAllah lebih dewasa. Saya disini mau bercerita tentang food experience saya di berbagai tempat di Indonesia, bahkan di luar Indonesia jika saya ada kesempatan, sambil diselingi cerita travelling saya jika ada. Semoga cerita saya disini bisa berguna bagi teman-teman yang kebetulan membaca :D Saya juga menerima segala kritik dan saran dari teman-teman yang kebetulan membaca. Dengan demikian, mari kita mulai berburu makanan nyam nyam nyam :9