Wednesday, August 22, 2012

Mampir Sejenak Di Surakarta Alias Solo

Sudah sebulan saya tidak mengupdate blog ini. Sekarang saya mau melanjutkan perjalanan saya di postingan sebelumnya. Di hari keempat perjalanan saya dan teman-teman masih berlanjut! Kami memutuskan untuk meninggalkan Jogja dan pergi ke Solo. Penasaran banget dengan kota yang sedang dipimpin oleh Pak Jokowi. Banyak teman dan keluarga yang merekomendasikan untuk mengunjungi Solo. Katanya, kota ini suasananya damai dan enak untuk ditinggali. Dengan menyiapkan uang sebesar Rp10.000,00, kami sudah bisa sampai ke Solo dengan naik Kereta Prambanan Ekspres atau biasa disebut Prameks. Jadwal keretanya cukup sering. Keretanya pun bersih dan cukup nyaman. Mungkin karena faktor sepi hehe.

Suasana di dalam Kereta Prameks
Perjalanan kami tempuh kurang lebih selama 45 menit. Cepat ya! Kami turun di Stasiun Jebres karena stasiun itu dekat dengan kosan sepupu teman kami, Kak Tami, yang tinggal di dekat UNS. Dari stasiun ke UNS, kami naik taksi karena tidak terdapat angkutan umum yang lewat situ. Setelah berishoma di kosan Kak Tami, kami pun siap untuk mengarungi Solo. Pertama, kami pergi ke Stasiun Balapan untuk membeli tiket pulang. Karena saat itu sedang peak season, kami kehabisan kereta untuk pulang ke Jakarta. Akhirnya kami pulang ke Bandung saja. Kami memutuskan untuk pulang ke Bandung keesokan harinya dengan kereta pagi. Sebenarnya hati ini ingin pulang dengan kereta malam saja dan berencana untuk melancong ke berbagai museum di pagi harinya. Akan tetapi, uang dan stok baju berkata lain. Setelah itu, kami mengisi perut di sebuah warung Sate Ayam Ponorogo dekat stasiun. Tampaknya sate itu cukup terkenal karena ramai. Saya memesan satu porsi sate ayam lengkap dengan lontong. Bumbu satenya enak, tapiii sate ini kebanyakan isi kulit. Saya adalah orang yang kebetulan nggak bisa makan kulit ayam kalo disate. Jadi, saya menyisihkan kulitnya dan hanya makan sedikit daging. Sayang sekali... Harga sate ini kalau tidak salah Rp 15.000,00. Tapi saya diberi tahu oleh Kak Tami kalo ada Sate Ayam Ponorogo yang lain yang nggak banyak kulitnya.

Sate kulit  Ayam Ponorogo

Karena sudah sore, keraton dan museum pun sudah tutup. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke PGS (Pusat Grosir Solo) untuk mencari batik. PGS itu terletak di ujung jalan yang paling terkenal di Solo, Jalan Slamet Riyadi. Waaah saya takjub melihat Jalan Slamet Riyadi. Sungguh bersih dan enak sekali untuk berjalan kaki. Trotoarnya lebar-lebar. Lebaaar banget. Tidak ada pedagang kaki lima yang menjarah trotoar tersebut. Di sepanjang trotoar banyak pohon yang rimbun jadinya sejuk deh kalo jalan disana. Terdapat lampu jalan yang bentuknya antik dan apik yang berderet di sepanjang jalan tersebut.  Sayang sekali saya lupa untuk memfoto jalanan tersebut. Sungguh, berbeda sekali dengan Jakarta, dimana trotoar yang seharusnya diperuntukan untuk pejalan kaki sudah berubah fungsi menjadi tempat menjual apapun itu yang bisa dijual. Bisa dijadikan deretan warung makanan, bisa dijadikan pasar tumpah atau tempat berjualan dvd bajakan. Suka-suka penjualnya saja deh.

Tadinya kami mau ke Pasar Klewer karena itu yang sering disebut-sebut banyak orang. Tapi, Kak Tami menyarankan untuk ke PGS aja karena Pasar Klewer itu harganya mahal, penjualnya memasang harga tinggi karena sudah terkenal, padahal barangnya sama dengan di PGS bahkan ada yang lebih bagus di PGS. Selain itu, belanja di PGS juga lebih nyaman. Terletak di dalam gedung seperti di ITC dan ber-AC. Harganya juga lebih bersahabat dan lebih bisa ditawar. Oh iya, perbandingan antara PGS dan Pasar Klewer itu menurut Kak Tami yang sudah tinggal di Solo selama beberapa tahun ya. Saya sendiri pun belum pernah ke Pasar Klewer jadi tidak bisa membandingkan. Kami mengelilingi PGS dan membeli batik untuk oleh-oleh. Niatnya ingin beli untuk diri sendiri, tapi nggak menemukan yang sreg, entah faktor ukuran atau model :( Padahal batiknya bagus-bagus menyilaukan mata. Rasanya ingin beli semua! Saya juga menyesal keburu membeli batik untuk oleh-oleh di Malioboro. Di PGS lebih murah dan lebih bagus. Saran saya kalo Anda bepergian ke Jogja dan Solo, lebih baik beli batik di Solo saja hehe.

Sepulang dari PGS, kami pun diajak ke suatu restoran kecil di daerah Manahan bernama Pondok Jowi. Saya sempat bingung dengan dekorasi di restoran ini. Bagian luarnya bernuansa Bali dengan beberapa patung yang diberi sarung kotak-kotak hitam putih. Begitu masuk, interiornya bernuansa Jawa kental. Lampu-lampunya, pintunya, meja kursinya. Yaa itu pendapat saya saja sih sebagai orang awam hehe. Restoran ini terbagi menjadi bagian outdoor dan indoor. Kami memilih duduk di bagian indoor. Kami memesan makanan ringan dan es karena kami sudah makan sate. Harga makanan di Pondok Jowi ini cukup murah. Makanan ringan, minuman, dan es-esan dipatok dengan harga di bawah Rp 10.000,00. Sementaram untuk makanan berat dipatok dengan harga di bawah Rp 20.000,00. Saya sendiri pesan Drug Ice, es serut yang bercita rasa durian. Hanya saja, nggak ada durian sungguhan di esnya. Rasanya agak kemanisan menurut saya, tapi cukup enak kok. Untung saja ada es serut yang mencair sehingga menetralisir rasa manisnya itu. Selain itu, ada juga berbagai jenis es lain yang menurut saya lebih enak rasanya dibandingkan Drug Ice. Selain itu, kami pesan stik tahu dan stik tempe untuk dimakan beramai-ramai. Suasana di Pondok Jowi ini enak untuk mengobrol ngalur ngidul walaupun bagian indoornya terasa sempit. Sayang sekali kami tidak mencoba nasi bakar disana padahal papan nama yang terpampang di depan resto ini adalah "Pondok Jowi Spesialis Nasi Bakar". Sepulang dari Pondok Jowi, kami berencana untuk pergi ke Galabo, pusat kuliner kota Solo, yang akan saya bahas lebih detail di postingan selanjutnya.

Selamat datang di Pondok Jowi
Bagian indoor Pondok Jowi
Drug Ice Pondok Jowi

Stik Tahu & Stik Tempe Pondok Jowi

Kalau pergi beramai-ramai, saya menganjurkan naik taxi avanza untuk bepergian keliling Solo. Selama di Solo saya naik taxi avanza. Pengemudinya ramah. Mereka bisa bercerita banyak tentang kota Solo, mulai dari obyek wisata, cerita-cerita keraton, sampai kuliner. Selain itu, argonya pun murah. Tidak memberatkan kantong apalagi kalo dibagi ramai-ramai. Saya pernah mencatat nomor telepon taxi yang bagus disana, tapi saya kehilangan kontaknya. Sayang sekali... Saat kemarin disana, sepulang dari Galabo kami pulang naik taksi. Tiba-tiba terpikir untuk keliling kota Solo. Sedih sih karena seluruh obyek wisata sudah tutup. Tapi, sebagai gantinya pengemudi taksi yang kami kendarai bercerita banyak kepada kami, kemudian membawa kami masuk ke dalam komplek keraton. Kebetulan saat itu sedang ada pernikahan disana, entah siapa yang menikah. Kami pun melihat penghuni keraton, seperti abdi dalam, yang berlalu lalang mengenakan pakaian Jawa yang Jawa banget. Haha apa pula maksudnya itu. Kami juga dilewatkan rumah walikota yang saat itu adalah Pak Jokowi. Selain itu, Beliau membawa kami melewati obyek wisata kota Solo. Tutur kata pengemudi taksi kami halus, ala orang Jawa Tengah, sesekali bapak itu juga melucu. Baik sekali pokoknya! Perjalanan keliling-keliling itu padahal cukup lama, tapi kami tidak dirampok oleh argo taksi. Beda sekali kalo bepergian dengan taksi di Jakarta -_- Kami tidak sempat mencoba naik Bis Batik Solo Trans. Tidak sempat! Sedih sekali... Padahal rute bus tersebut melewati tempat-tempat terkenal di Solo. Oh iya, satu hal lagi yang saya suka dari Solo setelah berkeliling kota satu hari adalah gapura. Seluruh gapura yang saya lihat selalu dicat dan dihias. Ada yang diberi motif batik dan lain-lain. Bagus juga untuk menambah estetika kota.

Gapura di Manahan

Hari esok telah tiba. Saatnya kami meninggalkan kota Solo. Kami naik taksi ke Stasiun Balapan. Lagi-lagi taksi avanza. Hidup taksi avanza!!! Kami sampai di Bandung sore hari, sekitar jam 5. Sungguh, kalau bukan karena kepepet nggak lagi-lagi saya naik kereta pagi untuk bepergian antarkota yang memakan waktu lama. PANAS. Panas banget nggak kuat ya gusti ampun. Angin dari kipas angin tidak cukup menutup rasa panas itu. Tapi yaaa ada harga ada rupa. Namanya juga kereta bisnis. Kalo mau nggak kepanasan siang-siang sih ya naik kereta eksekutif saja, tapi harganya nggak cocok untuk kocek kami ahaha. Selesai sudah perjalanan kami 5 hari mengarungi kota Jogja dan Solo. Saya berikrar dalam hati kalau ada kesempatan kedua untuk saya mengunjungi kota Solo, saya akan menikmati setiap sisi di kota tersebut, mengunjungi seluruh objek wisata, dan makan di segala tempat makan yang tidak sempat saya kunjungi kemarin. Sampai jumpa, Solo! Sampai bertemu di waktu mendatang :D


Info :

Sate Ayam Ponorogo
Jalan Monginsidi (Timur Stasiun Balapan), Solo
Harga : < Rp 20.000,00

Pondok Jowi
Jalan Kasuari II No I, Manahan, Solo
Harga : < Rp 20.000,00